Metode Komunikasi dalam Sosialisasi Ketentuan Perpajakan

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN
TANGERANG SELATAN


METODE KOMUNIKASI DALAM SOSIALISASI KETENTUAN PERPAJAKAN

 Diajukan oleh :
Redian Ayu Natasya
NPM : 2301160361
  

Dosen Pengampu :
Eman Sulaeman Nasim

Mahasiswa Program Studi Diploma III Pajak
Untuk Memenuhi Tugas Komunikasi Bisnis
Program Studi Diploma III Pajak
Tahun 2018



Sebelum masuk ke dalam pembahasan metode komunikasi apa yang paling cocok untuk sosialisasi perpajakan, saya ingin memberi sedikit pemaparan mengenai ketentuan perpajak terbaru, salah satunya PP 23 tahun 2018. PP 23 / 2018 dikenakan kepada Wajib Pajak baik Wajib Pajak orang pribadi maupun badan yang memiliki peredaran bruto tertentu. Yang dimaksud peredaran bruto dalam hal ini adalah Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp 4.800.000.000,- dalam jangka waktu satu tahun pajak. Jangka waktu tertentu dalam menerapkan PPh final ini yang sudah ditetapkan adalah  7 tahun pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi , 4 tahun bagi Wajib Pajak badan dan 3 tahun bagi Wajib Pajak perseroan terbatas. 
Tarif dari PPh final ini adalah sebesar 0,5%. DPP atau dasar pengenaan pajak yang digunakan untuk menghitung pajak terutang adalah dari jumlah peredaran bruto dalam satu tahun pajak. 
Contoh kasus yang ada di PP 23 /2018 adalah sebagai berikut:
Tuan L memiliki usaha kedai kopi dan telah terdaftar sebagai Wajib Pajak sejak tanggal 16 Oktober 2OlB. Tuan L dikenai Pajak Penghasilan final sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini. Peredaran bruto yang diperoleh Tuan L dari usahanya:
a. Tahun 2OlB: Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah);
b. Tahun 2Ol9: Rp500.000.000,00 (iima ratus juta rupiah);
c. Tahun 2O2O: Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah);
d. Tahun 2O2l: Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah);
e. Tahun 2022: Rp1.200.000.000,00 (satu miliar dua ratus juta rupiah);
f. Tahun 2023: Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah);
g. Tahun 2024: Rp1.800.000.000,00 (satu miliar delapan ratus juta rupiah).
Tuan L dapat dikenai Pajak Penghasilan final berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah ini dalam jangka waktu 7 (tujuh) Tahun Pajak, yaitu sejak Wajib Pajak terdaftar sampai dengan Tahun Pajak 2024. Untuk Tahun Pajak 2025 dan Tahun Pajak - Tahun Pajak berikutnya dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan tarif Pasal 1,7 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan. 
Dalam pos sebelumnya sudah dibahas mengenai model – model komunikasi yaitu model komunikasi linear dan model komunikasi interaksional. Di post ini saya akan menjelaskan mengenai model komunikasi yang terakhir yaitu model komunikasi transaksional. Model komunikasi transaksional merupakan model komunikasi yang berkesinambungan antara komunikator dan komunikannya. Feedback yang ada akan terus menerus muncul, saat mengirim pesan maka akan menerima pesan, begitu seterusnya. Dalam komunikasi baik penerimaan maupun pengiriman pesan terjadi secara terus – menerus.
http://wawasanmahasiswamillennials.blogspot.com
Model komunikasi transaksional memiliki tujuan yaitu untuk membangun suatu pemahaman baru. Mengapa membangung pemahaman baru? Karena pada dasarnya komunikasi yang terjadi antara komunikator dan komunikan terjadi karena perbedaan pengetahuan, pendidikan bahkan berasal dari latar belakang yang berbeda. Saat terjadi komunikasi transaksional ini, baik pihak komunikator maupun komunikan menjadi tahu pengetahuan satu sama lain. Sebagian pengetahuan yang dimiliki komunikator, komunikan mengetahuinya. Dan berlaku sebaliknya. Hal ini terjadi karena dalam model komunikasi ini terjadi pertanyaan – pertanyaan yang timbul baik dari sisi komunikator maupun komunikan yang akan berperan sebagai komunikator. Dalam model komunikasi ini juga ada kewajiban yang harus dilakukan oleh komunikator yaitu untuk memberi pengalamannya kepada pihak komunikan sampai pihak komunikan tersebut benar – benar paham dan akhirnya komunikan mengikuti pemahaman yang dianut atau diberi oleh komunikator. Keberhasilan dari model komunikasi ini adalah no gap information antara komunikator dan komunikan, jadi baik dari kedua belah pihak harus usaha agar lebih tahu lagi mengenai pemahaman yang diberikan.
Model komunikasi yang paling cocok untuk mensosialisasikan ketentuan perpajakan terbaru menurut saya adalah model komunikasi transaksional. Saya memilihnya dan merasa cocok karena menurut saya dalam sosialisasi yang diperlukan adalah sebuah pemahaman aru yang sebelumnya tidak diketahui. Contoh saja kita tahu bahwa beberapa saat yang lalu pemerintah mengeluarkan kebijakan baru yang tercantum dalam PP 23 / 2018 mengenai PPh final atas UMKM. Dijelaskan bahwa dalam PP 23/2018 tersebut PPh final yang sebelumnya sebesar 1% kini turun menjadi 0,5% dari omzet yang diterima. Tentu saja kebijakan – kebijakan seperti ini harus disosialisasikan kepada Wajib Pajak karena kebijakan ini sangat berpengaruh dengan keberlangsungan usaha badan maupun orang pribadi. Tentu saja tidak hanya dengan satu kali penjelasan langsung membuat Wajib Pajak mengerti akan kebijakan tersebut. pasti akan timbul pertanyaan – pertanyaan baru yang akan diajukan oleh Wajib Pajak kepada fiscus. Dan fiscus pun memiliki kewajiban untuk menjawab dan memastikan bahwa pihak Wajib Pajak benar – benar paham mengenai kebijakan tersebut sehingga terjadi transfer pengetahuan. Ini lah yang disebut dengan model komunikasi transaksional.
Sekian penjelasan dan contoh dari saya, mohon koresinya ya jika terjadi kesalahan.

Comments

Popular posts from this blog

Restoran dan Aspek Perpajakannya